Kehendak Tuhan atau Kehendak
Manusia
Yak 1:12-18
Pada suatu hari ada perbincangan yang menarik
yang sedang terjadi di suatu stasiun televisi.
Saat seorang wartawan mewawancarai salah satu korban kecelakanaan. Saat wartawan itu bertanya tentang perasaan
yang dialami oleh orang tersebut, dengan tegar ibu itu menjawab “sebenarnya
saya sedih dengan kecelakaan ini tetapi mau bagaimana lagi lha sudah takdirnya
begini. Ini merupakan cobaan yang berat
bagi keluarga kami.”
Berbicara mengenai cobaan kadang
kita selalu mempertanyakan Tuhan itu bagaiman to? Kenapa hidup kita ini sulit sekali, kenapa
saya harus menjadi orang miskin, kenapa saya harus menjadi bangkrut kenapa saya
harus mengalami kecelakaan, kenapa saya harus bla-bla-bla dll. Sering sekali kita seperti mempertanyakan
Tuhan apa sich kehendak Tuhan dalam hidup kita.
Pada saat kita sampai pada titik jenuh seperti tidak ada jawaban membuat
iman kita goyah dan itu tidak jarang banyak orang percaya akhirnya harus
meninggalakan imannya.
Hal ini mengingatkan kembali kepada kita bahwa
Tuhan Yesus juga mengalami masa pencobaan di padang gurun. Yesus tetap bertahan dalam kondisinya
meskipun ada banyak hal yang dipamerkan oleh “yang mencobai”. Bertahan dalam
pencobaan menghasilkan sesuatu yang baik dari Tuhan “mahkota dari Tuhan” (ay
12) sesuatu yang indah ada berkat yang akan diberikan Tuhan yang membuat kita
menjadi sukacita saat kita bisa melewati masa pencobaan yang sedang kita
alami. Meskipun terkadang kita megnalami
kesulitan untuk mengerti tentang Tuhan pada saat pencobaan kita terkadang
membuat kita menuduh Tuhan yang mencobai.
Padahal sebaliknya Tuhan tidak pernah mencobai “pencobaan bukanlah
datang dari Tuhan” (ay 13). Tetapi ternyata
sebenarnya pencobaan datang dari
keinginan manusia itu sendiri dan yang kemudian telah terpikat sehingga
melakukan suatu kesalahan yang menghasilkan dosa (ay 14). Jadi bukan Tuhan yang mencobai kita, tetapi
diri kita sendiri yang mencobai kita sendiri dengan keinginan-keinginan kita
sendiri. Padahal Tuhan sebenanya selalu
memberikan yang terbaik dan yang sempurna, Tuhan selalu memberikan anugerahnya
yang terbaik dan menjadikan yang baik (ay 17-18) sehingga “pada tingkat tertentu” kita menjadi anak sulung menjelaskan pada
saat kita sudah berada pada suatu titik ketidak berdayaan kita dan kesadaran
bahwa kita sebenarnya membutuhkan Tuhan dan berserah kepada Tuhan serta
menanggalakan keinginan diri tetapi keinginanya Tuhan.
MARI LAKSANAKAN KEHENDAK TUHAN DI DALAM HIDUP KITA
:)
BalasHapus