Selasa, 31 Maret 2015

Kenapa Kita Harus mengasihi Tuhan?


Kenapa Kita Harus mengasihi Tuhan?

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 

Matius 22:37-40


1.       Apakah Tuhan memerlukan kasih kita (manusia)?
§  (1) Semua hukum digenapi dalam satu kata, yaitu kasih (Rm. 13:10). Semua kepatuhan dimulai dari kasih sayang, dan tidak akan sesuatu apa pun dalam agama yang bisa dilakukan dengan benar jika tidak ada rasa kasih terlebih dahulu. Kasih adalah rasa sayang yang menuntun, yang memberikan hukum dan landasan bagi hukum-hukum lainnya. Oleh karena itu, sebagai benteng utama, kasih itu harus diberikan dan dipertahankan bagi Allah. Manusia adalah ciptaan yang dibentuk untuk kasih, karena itu hukum yang tertulis di dalam hati adalah hukum kasih. Kasih adalah sebuah kata yang singkat dan manis. Bila kasih itu memenuhi hukum, pastilah kuk perintah itu akan terasa sangat mudah. Kasih adalah perhentian dan kepuasan jiwa. Bila kita berjalan di jalan yang sudah tua tetapi indah ini, kita akan menemukan perhentian.
§  (2) Mengasihi Allah adalah perintah pertama dan terutama dari semuanya, dan merupakan intisari dari semua perintah yang tertulis di atas loh batu yang pertama. Tindakan kasih yang dilakukan dengan benar akan membawa kepuasan. Kebaikan adalah tujuan yang benar dari kasih. Nah, Allah yang kebaikan-Nya tidak terbatas, sejak permulaan dan sampai selama-lamanya, harus menjadi yang pertama-tama untuk dikasihi, tidak boleh ada yang dikasihi selain Dia dan apa yang dikasihi karena Dia. Kasih adalah hal pertama dan terutama yang dituntut Allah dari diri kita, dan karena itu menjadi hal pertama dan terutama yang kita persembahkan kepada-Nya.
      • Sekarang, di sini kita diarahkan:
§  [1] Untuk mengasihi Allah sebagai Allah kita, Kasihilah Tuhan, Allahmu seperti milikmu sendiri. Perintah yang pertama adalah,Janganlah ada padamu allah lain, yang secara tidak langsung menyatakan kita harus memiliki Dia sebagai Allah kita, dan hal itu akan menarik kasih kita kepada-Nya. Mereka yang menjadikan matahari dan bulan sebagai allah mereka, juga mengasihi benda-benda langit itu (Yer. 8:2Hak. 18:24). Mengasihi Allah seperti milik kita sendiri adalah mengasihi Dia karena Ia adalah milik kita, Pencipta kita, Pemilik kita, dan Penguasa kita. Oleh karena itu, kita harus bertingkah laku layaknya Dia milik kita, dengan segala ketaatan dan ketergantungan pada-Nya. Kita harus mengasihi Allah sebagaimana Dia sudah diperdamaikan dengan kita, dan Dia sudah menjadikan Dia milik kita melalui perjanjian-Nya sendiri. Itulah dasarnya mengapa Dia adalah Allahmu.
§  [2] Mengasihi Dia dengan segenap hati, dan dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi kita. Beberapa orang berpendapat bahwa ketiga hal ini menunjukkan sesuatu yang sama, yaitu mengasihi Dia dengan segenap kekuatan kita. Sementara ada juga yang membedakan ketiga hal itu dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hati, jiwa, dan akal budi adalah kehendak, kasih sayang, dan pengertian; atau indra kemampuan yang sangat penting untuk hidup yang mencakup masalah merasa dan berpikir. Kasih kita kepada Allah haruslah kasih yang tulus, bukan hanya kata-kata di lidah saja, seperti mereka yang berkata mengasihi Dia, tetapi hati mereka tidak bersama Dia. Kasih itu haruslah kasih yang kuat, kita harus mengasihi Dia pada tingkat yang paling dalam. Sebagaimana kita harus memuji Dia, begitu juga kita harus mengasihi Dia, dengan segenap batin kita(Mzm. 103:1). Kasih itu haruslah tunggal dan terunggul, kita harus mengasihi-Nya lebih dari segala yang lain. Inilah seluruh alur yang harus dilalui oleh kasih sayang kita. Hati harus menyatu dalam mengasihi Allah, tidak boleh terbagi-bagi. Semua kasih kita terlampau kecil untuk dipersembahkan kepada-Nya, dan karena itu segenap kekuatan jiwa harus dikerahkan dan dibawa kepada-Nya. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama, karena kepatuhan pada hal ini menjadi sumber kepatuhan bagi semua hukum lainnya. Semua hukum lainnya akan diterima kalau mengalir dari kasih itu.

2.       Apakah pentingnya Kasih kita Bagi Tuhan?
Mengasihi Tuhan adalah sebuah Perintah yang tujuannya adalah, Tuhan Hanya mau Kita Taat dan Setia.. kepadanya.

3.       Bagaimana Cara mengasihi Tuhan dengan Benar?
mengasihi Allah haruslah di awali dengan segenap hati segenap jiwa dan segenap Akal Budi kita.  sehingga Kasih kita hendaknya merupakan kasih seperti terungkap dalam Rom 12:1-2; 1Kor 6:20; 10:31; 2Kor 9:15; Ef 4:30; 5:1-2; Kol 3:12-17). 
akan tetapi bisakah manusia melakukan ini semua dengan benar??? manusia telah jatuh dalam dosa dan segala Aspek hidupnya sudah tercemar dengan Dosa  tidak ada lagi yang murni dalam diri manusia dan tidak ada lagi yang tulus menyembah dalam hati manusia.

4.       Apa dasar utama untuk kita mengasihi Tuhan?
1 Yohanes 4:10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.


KESIMPULAN :
Mengasihi Allah haruslah dilakukan setiap orang percaya karena merupakan salah satu dari bentuk ketaatan kita kepada Tuhan.  Akan tetapi saat dosa mencemari diri manusia membuat kasih yang untuk Allah menjadi rusak oleh karena itu dasar untuk mengasihi Allah adalah Karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita dan memurnikan kita dari dosa.

Jumat, 07 Maret 2014

Adoniram Judson dan Ann Judson

Adoniram Judson dan Ann Judson










Adoniram Judson dilahirkan pada tanggal 9 Agustus 1788 di Bradford, Massachusetts. Dia adalah putra seorang pendeta Kongregasional. Pada usia enam belas tahun, dia memasuki Universitas Brown dan lulus setelah menjalani masa kuliah selama tiga tahun saja. Sambil mempertanyakan imannya, anak muda itu mulai memutuskan untuk "melihat dunia". Tetapi setelah kematian tiba-tiba salah seorang temannya, dia kembali pulang dan masuk ke Sekolah Seminari Andover pada usia dua puluh tabun. Di sekolah ini, dia membuat sebuah janji pengabdian sepenuhnya kepada Tuhan.


Judson muda memutuskan untuk menjadi seorang misionaris asing Amerika pertama, suatu panggilan ilahi yang ditanggung bersama dengan kekasih hatinya, Ann Hasseltine. Ann hanya berusia setahun lebih muda dari Adoniram. Pada bulan Februari 1812, Ann dan Adoniram menikah. Dua minggu kemudian, pasangan yang baru menikah ini berlayar menuju India, ditemani oleh beberapa pasangan muda lainnya.


Tetapi British East India Company bersikap kejam kepada para misionaris muda dengan memberi ancaman pemulangan ke negara masing-masing. Di tengah kebingungan akibat tidak dapat menentukan tempat pekerjaan misi dimulai, pasangan Judson akhirnya tiba di Rangoon, Burma satu setengah tahun setelah meninggalkan Amerika.


Di India, jumlah populasi orang Eropa cukup besar akibat adanya East India Company, sedangkan di Burma hanya terdapat sedikit orang asing berkulit putih. Sebagian besar rakyat Burma bidup dalam kemiskinan di bawah kekuasaan sistem kerajaan yang kejam dan berubah-ubah. Tetapi sistem kasta tidak dikenal di sana (di India, orang-orang dikelompokkan secara ketat berdasarkan kelas, ras, dan status). Bahasa Burma sangat sulit dan pasangan Judson menghabiskan waktu selama dua belas jam setiap hari untuk mempelajari bahasa itu. Hambatan terbesar dalam pernberitaan Injil adalah kepercayaan daerah yang tidak mempunyai konsep (atau bahkan kata-kata) mengenai Tuhan yang abadi atau kehidupan abadi bersama Tuhan yang dapat dialami manusia. Walaupun demikian, selama lebih dari sepuluh tabun, delapan belas orang Burma telah bertobat dan mereka merupakan cikal bakal gereja Kristen pertama di Burma.


"Demam tropis" merupakan musuh utama yang telah merenggut nyawa putra mereka, Roger, pada tahun 1815 di usia sebelas bulan (anak pertama mereka dilahirkan dalam keadaan meninggal di atas geladak kapal). Selama berbulan-bulan, demam yang mengerikan itu pun telah memaksa Ann dan Adoniram untuk tetap berada di atas tempat tidur. Tetapi Adoniram tetap berjuang hari demi hari untuk menerjemahkan Perjanjian Baru berbahasa Yunani ke dalam bahasa Burma. Akhirnya, dia dapat menyelesaikan pekerjaan itu pada bulan Juli 1823, sesaat sebelum Ann, tiba dari istirahat selama dua tahun di Amerika akibat kesehatannya yang buruk.


Pada saat itu, beberapa pasangan misionaris lainnya turut bergabung untuk melakukan misi di Rangoon. Di antara mereka, terdapat George Hough seorang ahli cetak yang telah mencetak karya terjemahan Adoniram. Juga ada dr. Jonathan Price, seorang dokter medis yang segera diperintahkan datang ke Ava, kota kerajaan, untuk merawat sang raja.


Bersama para misionaris lainnya yang bertugas memelihara gereja kecil Burma di Rangoon, Ann dan Adoniram juga pergi ke utara menuju Ava. Mereka hendak memulai sebuah misi di sana bersama kedua putri angkat mereka yang berkebangsaan Burma. Tetapi ketika perang antara Burma dan Inggris pecah pada tahun 1824, semua orang asing dicurigai sebagai mata-mata Inggris. Mereka semua dilemparkan ke dalam Penjara Maut yang mengerikan. Delapan bulan setelah Adoniram ditangkap, Ann melahirkan seorang bayi perempuan yang dinamai Maria.


Setelah satu setengah tahun-berada dalam kurungan penjara, Adoniram -- seorang "Amerika" netral -- akhirnya dibebaskan untuk membantu perundingan perdamaian antara Burma dan Inggris. Tetapi tahun-tahun yang dipenuhi kesukaran, perjuangan, dan penyakit, akhirnya memakan korban. Ann meninggal pada tahun 1826 di usianya yang ke-36, saat Adoniram sedang pergi menjalankan tugas. Maria, yang berusia dua tahun, meninggal beberapa bulan kemudian.


Adoniram mencoba mengubur kepedihannya dalam hiruk pikuk pekerjaan misi, tetapi kemudian dia menghabiskan waktu selama dua tahun sebagai seorang pertapa di dalam hutan. Ketika akhirnya dia berhasil melepaskan diri dari depresi, dia menikahi Sarah Boardman, seorang janda misionaris muda yang melahirkan delapan orang anak (hanya lima orang anak yang hidup hingga dewasa). Dia meninggal setelah hidup berumah tangga bersama Adoniram selama sebelas tahun. Pada saat kembali ke Amerika, Judson menikahi Emily Chubbock muda pada tahun 1846, dan mereka kembali ke Burma. Di negeri itu, Emily menjadi ibu bagi anak-anak Adoniram dan kedua anak bayi perempuan mereka.


Tetapi kesehatan Adoniram memburuk dan dia meninggal pada tahun 1850 di usianya yang ke-61. Warisan yang ditinggalkannya adalah terjemahan lengkap Alkitab dalam bahasa Burma. Dirinya menjadi inspirasi bagi para pemuda Amerika untuk mendedikasikan hidup dalam pelayanan misi asing.


Diedit seperlunya dari:



























Judul artikel: Terpenjara di Kota Emas
Judul asli artikel: Imprisoned in the Golden City
Penulis: Dave dan Neta Jackson
Penerjemah: Lie Ping
Penerbit: Gospel Press, Batam Center 2004
Halaman: 187 -- 190

Dipublikasikan di: http://biokristi.sabda.org/ann_judson_dan_adoniram_judson


Minggu, 12 Januari 2014

N.K.I. No. 219 Harap, Bakti (Trust and Obey)

Suatu malam di pertengahan 1880-an , ketika Dwight L. Moody berkhotbah di Brockton , Massachusetts , " tim " nya , meminta kesaksian spontan dari penonton .

Seorang pemuda gugup berdiri dan menyatakan keraguan dan  niatnya : " Saya tidak yakin --- tapi saya akan percaya , dan saya akan mematuhi "  yang berarti bahwa ia tidak benar-benar yakin bahwa Allah akan menyelamatkan dia dari dosa-dosanya - dan kemudian ia melanjutkan, "Tapi aku akan percaya, dan aku akan mematuhi" - yang berarti bahwa ia berencana untuk mempercayai Tuhan untuk keselamatannya dan untuk melakukan apa yang dia bisa untuk menaati kehendak Allah.

Mendengar saksi tersebut , Daniel Towner yang adalah pemimpin lagu untuk pertemuan itu begitu terkesan dengan kesaksian pemuda itu,. Kemudian, ia menulis surat kepada temannya, John Sammis. Dalam suratnya, ia menceritakan tentang kesaksian pemuda itu dan termasuk kata-kata pemuda itu. "Saya tidak yakin, tapi aku akan percaya, dan aku akan mematuhi"

Towner mengirimkan kutipan dan deskripsi singkat dari konteksnya kepada temannya John Sammis , yang dengan cepat menulis menahan diri empat baris untuk " Kepercayaan dan Obey . " Sammis kemudian menambahkan lima ayat . Dia mengirimkan paket kembali ke Towner , yang datang dengan lagu .

" Kepercayaan dan Obey . " Selama beberapa generasi gereja , kata-kata itu begitu akrab sebagai motto King James . Dan frase telah menjadi - tema kehidupan Bruce Miller , dari Corning , New York . Lima belas tahun lalu , sama seperti ia dan istrinya sedang menghadapi kebahagiaan dan tanggung jawab menjadi orang tua pertama kali setengah baya , Bruce menderita kanker tenggorokan . Dokter punya yang di bawah kontrol. Tapi kemudian melanoma merangkak naik . Terhindar lagi. Baru-baru ini ia telah selamat gangguan jantung dan operasi bypass . Dan menderita dengan penyakit neurologis membingungkan yang lumpuh lengan dan tangannya .

Bagian kedua dari kehidupan tidak mudah , namun Bruce memilih untuk percaya sekarang dan masa depannya kepada Tuhannya . Baru-baru ini , seperti Bruce bersiap-siap untuk kembali ke pekerjaannya setelah penyakit terbarunya , dia bilang dia memilih untuk melihat kehidupan sebagai " petualangan. " Dia melanjutkan untuk menceritakan kisah dari salah satu tugas yang sangat sulit di rumah sakit . Seorang pekerja sosial datang setiap hari , memintanya putaran pertanyaan . Dia bernama suksesi " perasaan " kategori , menunggu setelah setiap kata baginya untuk menilai bagaimana perasaannya pada skala satu sampai sepuluh . Bahagia ? Tertekan ? Tegang ? Sepuluh berarti " tidak bisa lebih tinggi , " alam disediakan untuk ekstrim .

" Salah satu kategori adalah kepercayaan , " Bruce ingat . Dan setelah seminggu atau lebih , pekerja sosial renung keras saat mengamati grafik Bruce : " Ketika kami datang untuk percaya , Anda selalu memberikan sepuluh . "

Bruce tersenyum dan mengakui bahwa kepercayaan nya tidak di dokter atau resep mereka, tetapi di dalam Tuhan yang ia punya selama bertahun-tahun memilih untuk taat.

Bukan kesedihan atau kerugian ,

Tidak cemberut atau salib ,

Tapi diberkati jika kita percaya dan taat .

Kepercayaan dan taat ,

Sebab tidak ada cara lain

Untuk menjadi bahagia dalam Yesus ,

Tetapi untuk percaya dan taat .

 

Aku ingin tahu apakah penginjil Dwight L. Moody berpikir "Harap dan Bakti " ketika ia menulis ringkasan ini berjalan Kristen : . "Darah [ Kristus ] sendiri membuat kita menjaga FirmanNya , membuat kita yakin Ketaatan [ kepada Allah ] membuat kita bahagia . " Dia tampaknya akan mengatasi masalah di jantung pernyataan orang percaya baru : " . Saya tidak yakin - tapi saya akan percaya , dan saya akan mematuhi "

" Kami tidak tahu apa yang terjadi bahwa anak muda yang terinspirasi lagu yang masih mendesak orang percaya untuk mempercayai Tuhan mereka dan mematuhi ajaran-Nya . Saya memilih untuk percaya bahwa setelah pengalaman Brockton ia melihat hidup sebagai sebuah petualangan .

 

Apa cara yang lebih baik untuk hidup -

Untuk mendukung dia menunjukkan ,

Dan sukacita ia melimpahkan ,

Apakah bagi mereka yang akan percaya dan taat .

 

Tuhan , aku tidak selalu " cukup yakin " namun saya memilih untuk mempercayai ENGKAU dengan hidup saya . Saat aku berjalan di jalan ketaatan , mengisi hati saya dengan sukacita , penuh semangat mengharapkan kebaikan dan anugerah .

 

NKI No.219 Harap, bakti


 J.H. Sammis,  Daniel B. Towner



Kalau serta Tuhan kita hendak jalan
Cah’ya mulia Tuhanku b’ri
Kalau kita turut pasti kita luput
Dan segala yang harap bakti

Koor: harap bakti lalu tuhan memb’ri
Sukacita yang sangat hanya harap bakti

Tiada baying bangkit tiada awan langit
T’rang bercah’yalah matahari
Tiada bimbang takut tiada pun bersungut
Bagi orang yang harap bakti

Tidak nyata s’kalian berkat suka Tuhan
Sampai kita serahkan diri
Jiwa harta s’kalian atas mesbah Tuhan
Dan tetap dalam harap bakti

Dalam kesukaan di sertai Tuhan
Kesenangan peuh dihati
P’rintahNya ku turut jalanNya ku ikut
Dan selamanya harap bakti

Sabtu, 30 November 2013

Florence Young -- Bunga di Pulau Queensland

Florence Young -- Bunga di Pulau Queensland



Florence Young

Sekitar abad 18, kepulauan Pasifik dikenal sebagai surganya bumi pada saat itu. Banyak penjelajah dan pedagang yang singgah di kepulauan tersebut selalu terpana dengan keindahan dari kepulauan ini. Termasuk juga para penulis antara lain: William Melville, Robert Louis Stevenson, dan James Michener mengungkapkan dengan piawai melalui novel-novel tulisan mereka.


Meskipun demikian, ada banyak jiwa yang tinggal di kepulauan Pasifik tersebut sedang sekarat karena belum mengenal Kristus. Banyak lembaga misi yang rindu untuk melayani di kepulauan ini dan banyak sumber daya manusia dibutuhkan untuk mendukung penginjilan yang dilakukan. Namun para misionaris yang diutus terkadang hanya sebentar melakukan pelayanannya. Selain karena faktor geografis yang agak sulit untuk menjangkau kepulauan-kepulauan tersebut pada masa itu, faktor terbesar yang membuat penduduk menolak kehadiran para misionaris adalah karena sikap dari para pedagang dan pelaut yang singgah di wilayah ini. Mereka datang untuk mengeksploitasi para penduduk -- termasuk dengan maraknya perdagangan budak pada masa itu -- dan sumber daya alam yang ada.


Walau ada banyak kendala, banyak misionaris yang terus berjuang untuk memenangkan penduduk kepulauan ini termasuk mereka yang telah dijadikan budak di tempat-tempat lain. Salah satunya adalah Florence Young yang kesaksiannya bisa Anda simak dalam Tokoh Misi berikut ini. Bila dibandingkan dengan kepulauan lain, maka pada abad 19 (sekitar tahun 1983 -- saat buku ini ditulis), kepulauan Pasifik mempunyai prosentasi kekristenan yang tinggi.


Ironisnya, bisnis penculikan orang-orang negro atau Polinesia untuk dijadikan budak yang telah banyak menimbulkan kerusakan di kepulauan Pasific Selatan ternyata menjadi pintu gerbang utama bagi masuknya penginjilan di kepulauan Solomon. Sementara beberapa misionaris seperti John Coleridge Patteson dengan sengit menentang lalulintas tersembunyi dari bisnis "manusia" ini, namun ada beberapa misionaris lain termasuk Florence Young yang tampaknya "menerima" hal tersebut dan malah bekerja dalam sistem yang mendukung perbudakan itu.


Florence Young adalah seorang warga Sydney, Australia. Dia adalah orang yang pertama kali mengekspresikan keprihatinannya tentang kesejahteraan rohani para pekerja perkebunan di South Seas. Saudara- saudara Florence adalah pemilik Fairymead, perkebunan tebu yang besar di Queensland, dan kunjungannya ke perkebunan ini telah mengubah pandangan hidup Florence. Meskipun keterlibatan para saudaranya dengan para pedagang budak tidaklah jelas (beberapa pemilik perkebunan biasanya membuat kontrak kerja dengan badan penyalur pekerja resmi), namun yang pasti, Florence bersedia bekerja dalam sistem ini untuk mengenalkan Injil kepada para budak.


Sebagai anggota jemaat dari Plymouth Brethren, Florence Young telah mempelajari Alkitab sejak dia masih kanak-kanak dan sangat mendukung pelayanan pengajaran yang dilakukannya sejak tahun 1882. Kelas kecil pertamanya yang terdiri dari 10 budak merupakan suatu awal yang kurang menggembirakan. Namun jumlah ini terus bertambah dan tak lama kemudian, dia mempunyai 80 murid di kelas yang diadakan setiap hari Minggu. Separo dari jumlah itu datang secara rutin dalam kelompok pemahaman Alkitab yang diadakan setiap sore. Respon tersebut jauh melebihi dari yang dibayangkan Florence.


Anda bisa membayangkan kondisi para budak saat itu. Menebas batang tebu pada jam 12 siang atau selama beberapa jam setiap hari di bawah terik matahari merupakan pekerjaan yang 'mematikan'. Banyak budak meninggal karena bekerja dalam kondisi dan tekanan seperti itu termasuk Jimmie, budak pertama yang bertobat di perkebunan itu. Meskipun demikian, mereka berani mengorbankan jam-jam istiharat yang berharga untuk mendengarkan Injil.


Kesuksesan dari pelayanan Florence Young di Fairymead ini memberinya semangat untuk melakukan hal yang sama di perkebunan-perkebunan lainnya di Queensland, dimana ada 10000 budak tinggal dalam kondisi yang serupa, bahkan ada yang lebih buruk lagi. Pemberian dana kasih dari George Mueller (juga menjadi jemaat Plymouth Brethren) merupakan stimulan yang dibutuhkan Florence untuk mendirikan Queensland Kanaka Mission (Kanaka merupakan istilah yang digunakan untuk "para pekerja yang diimpor"). Florence juga mendapat dukungan dari seorang guru misionaris dan menulis surat secara rutin kepada para pemilik perkebunan yang ada di wilayahnya. Pada akhir abad 19, melalui pelayanan yang dilakukan 19 misionaris, ribuan orang telah mengikuti kursus Alkitab yang diadakan Florence dan ada yang berkeinginan untuk memberitakan Injil saat mereka kembali ke negara asal mereka.


Pada tahun 1890, Florence merasa Allah memanggilnya untuk terlibat dalam pelayanan misi ke China. Oleh karena itu, dia ikut melayani bersama China Inland Mission. Namun dia kembali lagi ke South Seas pada tahun 1900 untuk mengarahkan secara langsung pelayanan misi yang telah dirintisnya karena pelayanan ini telah mengarah ke fase yang berbeda. Hukum telah melarang perdagangan budak berkulit hitam dan sistem kerja paksa juga telah dilarang. Pada tahun 1906, banyak budak telah dipulangkan ke kampung halamannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa pelayanan Florence berhenti sampai di sini. Pelayanan Follow-up diperlukan untuk melanjutkan pelayanan yang telah dirintis tersebut. Florence dan beberapa misionaris berlayar menuju Solomon Islands dimana mereka melayani para petobat baru dan mendirikan gereja.


Pada tahun 1907, Queensland Kanaka Mission mengganti namanya menjadi South Sea Evangelical Mission. Florence dibantu oleh ketiga keponakannya -- Northcote, Norman, dan Katherine Deck sangat aktif dalam melakukan pelayanan ini. Tahun-tahun berlalu, 10 orang lebih sahabat dekatnya menjadi misionaris dan menyusul Florence ke Solomon Islands.


Diterjemahkan dan diringkas dari:


























Judul buku:From Jerusalem to Irian Jaya -- A Biographical History of Christian Missions
Penulis:Ruth A. Tucker
Penerbit:Zondervan Corporation, Grand Rapids, Michigan
Halaman:223 -- 224

Jumat, 29 November 2013

Elizabeth "Betty" Greene

Elizabeth "Betty" Greene


Elizabeth Betty Greene

 




Meskipun Betty Greene tidak menganggap dirinya sebagai pendiri MAF (Mission Aviation Fellowship), namun pada kenyataannya dialah yang bekerja paling banyak pada tahun-tahun pertama pengajuan konsep organisasi misi penerbangan (mission aviation) sebagai sebuah pelayanan misi khusus. Lebih jauh lagi, dia adalah staf pekerja full- time pertama dan pilot pertama yang terbang pada saat organisasi itu baru terbentuk. Meskipun dia seorang wanita, pengalaman dan keahliannya sebagai pilot tidak diragukan lagi. Betty bekerja di Air Force selama bulan-bulan pertama Perang Dunia II, menerbangkan misi- misi radar dan terakhir dia ditugaskan untuk mengembangkan beberapa proyek termasuk menerbangkan pesawat-pesawat pengebom B-17. Namun pelayanan di dunia militer bukanlah pilihan karir Betty. Oleh karena itu sebelum PD II berakhir dia telah meninggalkan dunia militer dan memulai pelayanan seumur hidupnya sebagai seorang pilot misionaris.


 Betty tertarik di dunia penerbangan sejak dia masih kecil. Pada usianya yang ke-16, dia mengikuti pelajaran penerbangan. Saat masih kuliah di Universitas Washington, Betty mendaftarkan diri untuk mengikuti program pelatihan pilot pemerintah sipil. Program ini mempersiapkan dirinya untuk mencapai mimpinya menjadi seorang pilot misionaris. Dia bergabung dalam WASP (Women's Air Force Service Pilots), motivasi utamanya adalah mencari pengalaman yang nantinya akan membantu Betty dalam melakukan pelayanan misi. Pada waktu luangnya, Betty menyempatkan diri untuk menulis sebuah artikel yang diterbitkan oleh Inter-Varsity HIS Magazine. Artikel tersebut menjelaskan tentang pentingnya misi penerbangan dan sekaligus rencana-rencananya untuk mewujudkan impiannya itu. Tulisan Betty tersebut mendapat perhatian dari Jim Truxton, seorang pilot angkatan laut yang sedang mendiskusikan masalah misi penerbangan dengan dua orang temannya. Jim menghubungi Betty dan memintanya untuk bergabung dengan mendirikan organisasi misi penerbangan.

Tahun 1945, sesaat setelah MAF didirikan, permintaan penting datang dari Wycliffe Bible Translators untuk menolong pelayanan mereka di Mexico. Setelah beberapa bulan melayani di Mexico, Betty diminta oleh Cameron Townsend (pendiri Wycliffe), untuk menolong pelayanannya di Peru. Tugas Betty dalam pelayanan di Peru adalah menerbangkan para misionaris dan persediaan ke daerah pedalaman. Setiap kali terbang dia selalu melewati puncak-puncak pegunungan Andes, hal itu menjadikan dirinya sebagai pilot wanita pertama yang melakukan penerbangan tersebut.

Betty "mengabdikan dirinya" kepada para misionaris di Ethiopia, Sudan, Uganda, Kenya, dan Kongo. Pada tahun 1960, Betty menjalani tugas penerbangannya yang terakhir yaitu ke Irian Jaya. Tugas tersebut tidak hanya berbahaya tetapi juga sulit karena perjalanan hutannya yang berliku-liku dan mengerikan. Untuk menerima bantuan dari misi penerbangan, setiap pos misi harus membangun sendiri tempat tinggal landas pesawat. Sebelum pendaratan dilakukan, seorang pilot yang berpengalaman harus terlebih dulu terbang melintasi wilayah tersebut untuk memastikan keadaannya. Karena sebagian besar tugas Betty adalah di udara, dia segera menyadari bahwa dia tidak dapat mengimbangi teman sekerjanya, Leona St. John, atau 8 orang suku Moni yang membawakan barang-barangnya saat menyusuri hutan di wilayah Irian Jaya. Leona dan orang suku Moni tersebut telah terbiasa dengan hujan tropis yang terjadi setiap hari, melewati jembatan dari tumbuhan yang gemerisik bunyinya, dan juga saat melalui lahan berlumpur yang sangat licin. Betty mengatakan bahwa dia tidak tahu seberapa beratnya perjalanan tersebut. Namun kelelahan fisik yang dialaminya segera tergantikan dengan ketakutan saat secara tidak sengaja rombongan Betty itu terjebak di tengah- tengah peperangan antar suku -- mereka menyaksikan pemandangan kematian dan pembunuhan yang mengerikan.

Tapi semua ketakutan dan kelelahan yang dialami dalam menempuh perjalanan itu akhirnya terobati saat Betty, Leona dan para pembawa barangnya tiba di desa tujuan mereka. Sambutan yang ramah diterimanya dari penduduk setempat dan sepasang misionaris yang telah bertugas di sana. Terlebih dari itu Betty juga menemukan tempat untuk pesawatnya mendarat. Perayaan yang sebenarnya baru terjadi keesokan harinya saat seorang pekerja MAF mendarat dengan membawa semua persediaan yang dibutuhkan. Pelayanan Betty mendapatkan banyak penghargaan. Namun pengalaman yang tak terlupakan sepanjang karirnya adalah saat dia melayani di Irian Jaya selama hampir dua tahun.

Saat Betty diwawancara pada tahun 1967 tentang apakah dia akan "mendorong seorang wanita untuk melakukan pelayanan seperti yang dia lakukan," Betty menjawab: "MAF tidak setuju, dan juga saya ... Kami memiliki tiga alasan mengapa kami tidak menerima wanita untuk pelayanan ini: 1) Sebagian besar wanita tidak terlatih dalam hal mekanis. 2) Kebanyakan tugas pelayanan dalam misi penerbangan merupakan tugas yang berat. Misalnya ada kargo besar yang harus diangkut dan hal ini tidak dapat dilakukan oleh seorang wanita. 3) Fleksibilitas; misalnya, jika ada sebuah tempat yang mengharuskan seorang pilot tinggal di sana selama beberapa hari/minggu, anda tidak dapat meminta seorang wanita untuk melakukannya."

Tanpa menghiraukan kebijaksanaan MAF masa lampau tentang deskriminasi gender tersebut, sampai saat ini masih banyak wanita yang terjun dalam pelayanan misi penerbangan. Sekarang setelah lebih dari satu dekade munculnya kesadaran feminisme, kebijaksanaan MAF mengalami perubahan. Para wanita dapat diterima sebagai pilot. Baru- baru ini, Gina Jordon yang memiliki 15.000 jam terbang sebagai pilot telah meninggalkan pekerjaannya di Kanada dan bergabung dengan MAF sebagai seorang pilot untuk pelayanan di Kenya.

Diterjemahkan dan diringkas dari:


























Judul buku:From Jerusalem to Irian Jaya -- A Biographical History of Christian Missions
Penulis:Ruth A. Tucker
Penerbit:Zondervan Corporation, Grand Rapids, Michigan
Halaman:395 -- 398

Rabu, 27 November 2013

Tuhan “Benteng” Hidupku

Tuhan “Benteng” Hidupku


“Dari Daud. TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?” (Mazmur 27:1)


Kata “benteng” dalam ayat di atas diterjemahkan dari kata Ibrani ma‘oz (dibentuk dari huruf-huruf Ibrani: Mem-Qames-Ayin-Holem Wow-Zayin). Kata “benteng” bukanlah satu-satunya kata yang dipadankan dengan kata ma‘oz tersebut. Kata-kata seperti “tempat perlindungan” (Mazmur 31:3; Nahum 3:11), “pelindung” (Mazmur 60:9; 108:9; Yesaya 30:3 ), “perlindungan” (Amsal 10:29), dan “tempat pengungsian” (Yesaya 25:4) juga dipakai sebagai padanan dari kata ma‘oz.


Berdasarkan persamaan terjemahan itu, maka “Tuhan benteng hidupku” dapat berarti “Tuhan tempat perlindungan hidupku”, “Tuhan pelindung hidupku”, “Tuhan perlindungan hidupku”, dan “Tuhan tempat pengungsian hidupku”.


Benteng, tempat perlindungan, ataupun tempat pengungsian, merupakan tempat-tempat yang memberikan keamanan secara fisik bagi setiap orang dalam situasi perang. Benteng dan tempat perlindungan adalah tempat yang aman bagi tentara yang sedang berperang. Sedangkan tempat pengungsian adalah tempat yang aman bagi masyarakat sipil yang negaranya sedang berperang.


Tempat fisik seperti itu digambarkan oleh orang Ibrani sebagai tempat yang aman. Bagaimana halnya bila tempat perlindungannya adalah Tuhan, bukankah Dia akan memberikan perlindungan yang mutlak?


Kata-kata Ibrani lain yang seakar-induk dengan kata ma‘oz adalah ‘oz yang dipadankan dengan kata “kuat” dan “kuasa”. Orang yang mengetahui senjata, dialah yang kuat. Karena kuat, dia pula yang akan berkuasa. Kata “benteng” dan padanan lain dari kata ma‘oz seperti “tempat perlindungan”, “pelindung”, “perlindungan”, dan “tempat pengungsian”, memiliki makna yang berhubungan erat dengan kata “kuat” dan “kuasa”. Dengan demikian “Tuhan benteng hidupku” berarti juga “Tuhan kekuatan hidupku” dan “Tuhan asal kuasa hidupku.”

Bila “Tuhan kekuatan hidupku” dan “Tuhan asal kuasa hidupku”, bukankah kita tidak perlu risau, khawatir, takut, dan gemetar akan hidup kita?

Kajian Ibrani Kuno

Apa makna kata ma‘oz dilihat dari tulisan-gambar Ibrani kuno? Kata ma‘oz berasal dari akar-induk kata ‘z (Ayin-Zayin). Huruf Ayin pada awalnya adalah sebuah gambar mata, yang berarti pengetahuan, sebagaimana fungsi mata untuk melihat segala sesuatu yang ada di sekitarnya dan menjadi sumber pengetahuan. Sedangkan huruf Zayin adalah sebuah gambar alat pemotong (senjata). Gabungan dua gambar tersebut berarti “mengetahui sebuah senjata.”

Dalam peperangan, pengetahuan tentang senjata adalah hal yang penting. Seorang tentara yang dapat memilih dan menggunakan sebuah senjata secara tepat akan menolongnya berhasil dalam pertempuran. Sebab ia dapat memakainya sebagai alat untuk menyerang dan melindungi diri dari musuh.

Jika kita menjadikan Tuhan sebagai senjata dalam hidup kita, bukankah kita akan terlindung dari serangan musuh dan kuat untuk menyerangnya?

Perlindungan Tuhan

Perlindungan Tuhan dalam Mazmur 27 digambarkan dengan dua ungkapan: “Tuhan adalah bentengku” (ayat 1) dan “Ia melindungi aku dalam pondokNya” (ayat 5). Ungkapan itu untuk menjelaskan bahwa Tuhan adalah sumber pertolongan (bandingkan ayat 9).

Makna “Tuhan adalah bentengku” (sudah dipaparkan di atas) sejajar dengan “Ia melindungi aku dalam pondokNya.” Dalam budaya orang Ibrani kuno, tenda atau pun rumah di samping sebagai pelindung bagi orang-orang yang tinggal di dalamnya, juga pelindung bagi orang asing yang datang dari jauh. Budaya seperti itu dipelihara hingga waktu-waktu yang kemudian (misalnya: kisah orang Lewi di Gibea Benyamin dalam Hakim-hakim 19).

Dengan demikian sungguh beralasan ketika Daud menyatakan bahwa dirinya tidak harus takut dan gemetar terhadap musuh, sebab Tuhan adalah pelindungnya, kekuatannya, dan senjatanya.

Implikasi

Seorang rekan melayani di sebuah gereja di Kalimantan. Ia mengunjungi sebuah keluarga dan tuan rumah menghidangkan segelas minuman untuknya. Pada saat ia mengambil gelas untuk meminumnya, tiba-tiba gelas itu pecah. Tuan rumah mengambilkan segelas minuman lagi dan ketika rekan tersebut mengambil untuk meminumnya, gelas itu pecah lagi. Segelas minuman ketiga dihidangkan lagi, dan gelas itu tidak pecah saat ia mengambil untuk meminumnya.

Beberapa hari kemudian kepala keluarga tersebut mendatangi rekan saya dan menanyakan tentang jimat yang ia miliki. Sebab, pikirnya, rekan saya tersebut seorang yang sakti. Rupanya, keluarga tersebut menghidangkan segelas minuman yang sudah dibubuhi racun dan memanterainya. Minuman di gelas ketigalah yang tidak dibubuhi racun dan diucapkan mantera.  Rekan saya itu menjawab bahwa ia memiliki Tuhan Yesus Kristus yang berkuasa untuk melindunginya.

Serangan musuh berasal dari mana saja, kapan saja, dan dalam bentuk apa saja. Apakah saya dan Anda telah menjadikan Tuhan Yesus benteng, pelindung, kekuatan, tempat pengungsian, sumber kuasa dan senjata hidup kita?

(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan rujukan dari berbagai sumber).